JAKARTA, AW-Sepuluh tahun membela Manchester City tak lantas membuat Kevin De Bruyne cinta mati pada rival Manchester United itu. Ia menunggu semua tawaran, bahkan dari klub-klub Liga Inggris yang menjadi rival The Citizens.
“Saya tidak tahu apa yang akan terjadi musim depan. Meski tak lagi muda, saya masih bisa tampil di level terbaik. Saya siap mendengarkan seluruh tawaran yang masuk. Tentu, hanya yang menarik,” kata gelandang usia 33 tahun itu dilansir Goal.
Namun demikian, pemain internasional Belgia itu memprioritaskan keluarga di atas segalanya. Di usia yang kian senja, kebersamaan dengan keluarga tercinta jauh lebih penting. Setiap keputusan bermain, apakah itu di Inggris, liga top Eropa lainnya, di Amerika Serikat atau Arab Saudi, lebih dulu dibicarakan dengan istri dan anak-anaknya. “Siapa saja tim yang masih tertarik. Saya tidak tahu (apakah masih akan bertahan di Inggris). Sejujurnya, sama sekali belum terlintas dalam benakku,” sahut De Bruyne.
Kontrak sang pemain akan habis akhir musim ini. Manajemen Man City mesti hati-hati. De Bruyne bisa menjadi senjata makan tuan jika menyeberang ke klub rival, seperti Liverpool, Arsenal, atau bahkan musuh bebuyutan, Manchester United.
Pecinta bola dunia tentu masih ingat dengan kepindahan legenda AC Milan, Andrea Pirlo, ke klub rival Juventus pada 2011 silam. Manajemen Rossoneri pasti menyesali keputusannya tak memperpanjang kontrak pilar tim nasional Italia yang telah berseragam Merah-Hitam selama 10 tahun itu.
Allenatore Juve waktu itu, Antonio Conte, tak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ia memboyong Pirlo ke Turin, tanpa membayar sepeserpun. Dalam benaknya, usia 32 tahun hanya sebatas angka. Sang jenderal lapangan tengah masih jeli membaca arah permainan.
Pengalamannya pun dibutuhkan Juve yang tengah berupaya bangkit dari keterpurukan. Nyonya Tua finis di posisi ke-7 klasemen Seri A musim 2009-2010 dengan hanya meraup 55 poin. Kegagalan tampil di kompetisi Eropa adalah salah satu pencapaian terburuk tim dalam beberapa tahun terakhir.
Pemain muda Bianconeri juga membutuhkan sosok pemimpin di lapangan tengah. Pirlo hadir untuk menjawab kebutuhan itu. Sebagai deep lying playmaker, ia bebas berkreasi, mengatur ritme permainan terutama saat tim tengah menguasai bola.
Hasilnya, ia menyumbang trofi Seri A di musim pertamanya berseragam Hitam Putih. Gelar ini semakin berarti karena menjadi yang pertama pascakasus Calciopoli. Fans Juve pun menyambut sukacita kehadiran pemain yang menjadi juara dunia bersama timnas Italia pada 2006 itu.
Pirlo menyumbang empat titel Serie A, satu Coppa Italia, dan dua Piala Super Italia hanya dalam empat tahun masa pengabdiannya di Turin. Tak heran, sosoknya begitu dihormati para fans, sejajar dengan Gianluigi Buffon dan Giorgio Chiellini yang telah lama memperkuat Nyonya Tua.