JAKARTA, AW-Pemerintah Indonesia telah memberlakukan tarif bea masuk (BM) 0% bagi 1.347 HS Code (Harmonized System Code). Jumlah itu bisa jadi bertambah bila kesepakatan perdagangan baru dengan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donal Trump resmi berlaku.
Pada kesepakatan tingkat tinggi antara Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump baru-baru ini, produk asal Indonesia akan dikenai tarif impor 19% oleh AS dari rencana awal 32%, sedangkan produk AS yang masuk ke RI kena tarif BM 0%. Pemberlakuan kebijakan tersebut masih menunggu joint statement kedua negara.
Usai menempuh rangkaian tahapan negosiasi intensif, kebijakan tarif impor AS untuk produk asal Indonesia berhasil turun signifikan hingga di angka 19% dari sebelumnya menyentuh 32%. Keberhasilan itu implikasi dari kesepakatan tingkat tinggi Presiden Prabowo dan Presiden Trump, yang mana Indonesia menjadi negara pertama yang mencapai kesepakatan pascapernyataan resmi AS Juli lalu.
Sebagai tindak lanjut dari kesepakatan kebijakan tarif tersebut, pemerintah secara aktif berupaya meningkatkan pemahaman stakeholders terkait dengan menggelar agenda sosialisasi kepada pelaku usaha dan asosiasi mengenai kebijakan tarif resiprokal AS dalam mendorong investasi dan perdagangan ke depan di Kantor Kemenko Perekonomian Jakarta pada 21 Juli 2025.
Dalam kesempatan itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan tarif impor secara umum (MFN) di Indonesia. Berdasarkan BTKI (Buku Tarif Kepabeanan Indonesia) 2022 terkait struktur tarif BM MFN yang diterapkan oleh Indonesia terdapat jumlah total pos tarif HS sebanyak 11.555 pos tarif. Dari jumlah itu, pos tarif dengan BM 0% sebanyak 1.347 HS atau 11,7% dan pos tarif dengan BM 5% sebanyak 5.448 HS atau 47,1%.
“Dengan adanya perjanjian itu (dengan AS) maka Amerika kita perluas menjadi mayoritas 0% dan ini sudah kita berikan kepada CEPA yang lain, apakah itu dengan Asean-FTA, dengan Asean-China FTA, kemudian juga dengan IEU-CEPA, kemudian dengan Kanada, Australia, New Zealand, dan Jepang, itu seluruhnya juga kita sudah memberikan mayoritas mendekati 0%,” ujar Menko Airlangga dalam sesi wawancara cegat usai acara sosialisasi tersebut.
Di publikasi Kemenko Perekonomian yang dikutip Selasa (22/07/2025), Menko Airlangga menyatakan, pemberlakuan tarif yang dikenakan pada Indonesia oleh AS sebesar 19% merupakan angka terendah di antara negara Asean lainnya serta sejumlah negara pesaing komoditas ekspor. “Kalau kita lihat, angka itu yang terendah dibandingkan negara Asean lain, yakni Vietnam dan Filipina itu sampai saat sekarang 20%, Malaysia dan Brunei adalah 25%, Kamboja 36%, serta Myanmar-Laos sebesar 40%, Thailand juga 36%,” ujar Menko Airlangga.
Dibandingkan negara pesaing untuk produk tekstil, tarif Indonesia itu juga lebih rendah. “Kita lihat Bangladesh 35%, Sri Lanka 30%, Pakistan 29%, dan India 27%,” jelas Menko Airlangga.
Menko Airlangga juga menjelaskan, Indonesia termasuk dalam kelompok negara pertama yang mencapai kesepakatan dengan AS, sehingga ketentuan tarif yang direncanakan berlaku mulai 1 Agustus tidak lagi diberlakukan bagi Indonesia. “Pemberlakuan tarif baru sebesar 19% akan ditetapkan secara resmi pada joint statement,” tandas Menko Airlangga.
Turut hadir dalam kegiatan itu di antaranya Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Wakil Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Wakil Menteri Keuangan, Wakil Menteri Perindustrian, Wakil Menteri ESDM, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM, perwakilan Kementerian/Lembaga, perwakilan BUMN, serta perwakilan asosiasi pelaku usaha.
Tidak Berdampak Negatif
Selain menyepakati terkait penurunan tarif, kedua negara juga telah menyelesaikan berbagai hambatan nontarif (nontariff barriers), yang menjadi tantangan dalam kelancaran perdagangan antarnegara. Hal tersebut nantinya juga akan dijelaskan lebih lanjut dalam joint statement resmi yang akan diumumkan sebagai tindak lanjut dari kesepakatan tarif.
Menko Airlangga juga menegaskan, pembelian sejumlah produk asal AS yang akan dilakukan Pemerintah RI dalam kerangka kesepakatan dagang terbaru tersebut tidak akan berdampak negatif terhadap neraca perdagangan Indonesia. Hal itu karena pada dasarnya pembelian sejumlah produk tersebut dibutuhkan Indonesia dan selama ini telah diimpor dari beberapa negara, sehingga hanya dilakukan pergeseran sumber negara asal impor. Sejumlah komoditas tersebut di antaranya produk pertanian seperti gandum dan soya bean serta produk energi.
Penurunan tarif resiprokal yang berhasil disepakati juga memberi manfaat strategis bagi Indonesia, khususnya dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, ketahanan pangan, dan stabilitas sektor ketenagakerjaan dengan melindungi hingga 1 juta tenaga kerja yang bergantung pada sektor industri padat karya. Selain itu, daya saing produk Indonesia di pasar global, seperti minyak sawit, juga semakin menguat karena kian diminati di pasar AS dan Eropa.
“Saya bilang kalau ini tidak diberikan, Indonesia (tidak) kompetitif, 1 juta orang akan kehilangan pekerjaan. Jadi Amerika kan ingin menjadi mitra Indonesia, the third largest democratic country and the largest economy di Asia Tenggara,” jelas Menko Airlangga dalam sesi sosialisasi.