JAKARTA, AW-Pemerintah Indonesia telah meminta kepada Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk memberlakukan kesetaraan tarif resiprokal. Misalnya, tarif resiprokal yang dikenakan AS untuk Indonesia disetarakan dengan negara Asia lain, seperti Vietnam dan Bangladesh. Kesetaraan itu penting demi terciptanya kompetisi yang adil bagi semua (equal level playing field) di pasar yang sama yakni AS.
Pada 28 April 2025, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, usai bertolak ke AS guna melakukan negosiasi atas kebijakan tarif resiprokal yang diluncurkan pemerintahan Donald Trump, melaporkan langsung perkembangan dan sejumlah kemajuan penting dari langkah negosiasi intensif itu kepada Presiden Prabowo Subianto di Istana Negara Jakarta.
Menko Airlangga menyampaikan, terkait permintaan Indonesia terhadap tarif resiprokal yang dikenakan AS, untuk komoditas-komoditas utama RI yang diekspor ke Amerika maka Indonesia telah melakukan negosiasi dengan tujuan terciptanya kesetaraan. “Ini agar tarif yang dikenakan dapat setara dengan beberapa negara lain, seperti Vietnam dan Bangladesh, sehingga diharapkan dapat terjadi equal level playing field,” jelas Menko Airlangga.
Dalam publikasi yang dikutip Senin (28/04/2025) disebutkan, sejumlah pertemuan telah dilakukan Delegasi RI dalam upaya negosiasi dengan Pemerintah AS, mulai dari pertemuan dengan US Trade Representative, Secretary Commerce, Secretary Treasury, Director of National Economic Council, hingga pertemuan dengan sejumlah pelaku usaha di AS.
Pelaku usaha itu, di antaranya dari Semikonduktor Industry Association, United States-ASEAN Business Council, United States-Industry Indonesia Society (USINDO), Asia Group, Amazon, Boeing, Microsoft, dan Google. Selain itu, dilakukan pertemuan dengan beberapa negara lain, seperti dengan Minister for Trade and Tourism Australia serta Minister of Trade, Industry, and Energy Korea Selatan.
Menko Airlangga menyatakan, yang ditawarkan Indonesia kepada AS dalam negosiasi tarif resiprokal tersebut bersifat win-win solution melalui skema perdagangan yang fair and square. Secara prinsip, apa yang ditawarkan RI dalam bentuk surat yang diajukan pada 7 dan 9 April 2025 mendapat apresiasi AS karena relatif komprehensif. “Jadi, kita tidak hanya bicara tarif, tapi juga nontarif barrier serta rencana Indonesia menyimbangkan neraca perdagangan. Kita sebut itu fair and square,” ungkap Menko Airlangga.
Menko Airlangga saat memberikan keterangan pers terkait Laporan Kemajuan Penting Negosiasi Kebijakan Tarif AS ke Presiden Prabowo menyatakan, sejumlah hal lain yang bersifat teknis seperti kerja sama pendidikan dan sains juga akan terus didorong. Menko Airlangga juga melaporkan kepada Presiden Prabowo terkait rencana Indorama yang akan berinvestasi US$ 2 miliar di Lousiana, AS, untuk sektor blue ammonia. Di sisi lain, turut dilakukan pembahasan dengan AS terkait critical minerals.
Indonesia Dianggap Penting
Hasil kunjungan ke AS lainnya, lanjut Menko Airlangga, adalah Pemerintah AS menugaskan USTR untuk melanjutkan perundingan teknis dengan Indonesia. USTR sendiri juga mengapresiasi posisi Indonesia yang terus berupaya melakukan dialog dengan pihak AS. Sebagai landasan bagi kelanjutan pembahasan di tingkat teknis tersebut, Pemerintah RI dan pihak USTR telah melakukan penandatanganan Non-Disclosure Agreement (NDA) sehingga pembahasan hanya untuk diketahui kedua pihak. “Salah satu tindak lanjut atas upaya negosiasi Pemerintah RI adalah Pemerintah AS menugasi USTR melanjutkan perundingan teknis dengan Indonesia,” ungkap Menko Airlangga.
Dengan begitu artinya secara geopolitik Indonesia dianggap penting oleh AS. “Secara geopolitik tentu Indonesia dianggap penting oleh Amerika. Dan, tadi saya laporkan ke Bapak Presiden, Bapak Presiden memberikan arahan bahwa apa yang kita tawarkan itu adalah win-win solution. Dan kita tidak membedakan satu negara dengan negara lain, jadi artinya relatif apa yang kita tawarkan adalah apa yang sedang kita lakukan di dalam negeri,” jelas Menko Airlangga.
Menko Airlangga juga menyampaikan, Presiden Prabowo telah menyetujui pembentukan tiga satuan tugas (satgas) yang terdiri atas Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), Satgas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Berusaha, serta Satgas Perundingan Perdagangan, Investasi, dan Keamanan Ekonomi. Ketiga satgas itu dibentuk sebagai tindak lanjut upaya perundingan yang dilakukan dengan AS. Dengan dibentuknya satgas tersebut, diharapkan dapat mendorong percepatan proses perundingan antara Pemerintah RI dan AS.