JAKARTA, AW-Pemerintah melakukan deregulasi sektor perdagangan guna memperkuat ekosistem kemudahan berusaha dan meningkatkan daya saing nasional. Salah satu bentuk konkret deregulasi sektor perdagangan adalah merelaksasi impor 10 komoditas, antara lain produk kehutanan (kayu untuk bahan baku industri) serta bahan baku pupuk bersubsidi.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah terus memperkuat ekosistem kemudahan berusaha dan daya saing nasional, di antaranya melalui upaya deregulasi di sektor perdagangan. Langkah strategis ini bagian dari reformasi struktural guna memperkuat iklim usaha nasional dan mempercepat proses perizinan serta diharapkan dapat menghilangkan hambatan teknis dan birokrasi yang selama ini memperlambat alur logistik dan aktivitas bisnis.

Paket deregulasi itu mencakup dua aspek utama, yakni relaksasi kebijakan impor dan penyederhanaan perizinan usaha di sektor perdagangan. “Pemerintah melakukan deregulasi sejumlah kebijakan di sektor perdagangan. Ini salah satu kebijakan deregulasi guna menindaklanjuti arahan Bapak Presiden Prabowo Subianto, terutama untuk menghadapi ketidakpastian terkait perkembangan trade dan perekonomian global,” kata Menko Airlangga.

Selain untuk tetap menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional, beberapa hal yang menjadi arahan Presiden Prabowo terkait upaya deregulasi tersebut, pertama, pemerintah memberikan kemudahan bagi para pelaku usaha sekaligus meningkatkan daya saing. Kedua, menciptakan ekosistem agar penciptaan lapangan kerja terus terbentuk. “Ketiga, sektor padat karya terus didorong agar lebih bisa menarik investasi dan menjaga investasi yang ada,” papar Menko Airlangga dalam Konferensi Pers Deregulasi Kebijakan Perdagangan dan Kemudahan Berusaha di Kantor Kementerian Perdagangan Jakarta pada 30 Juni 2025.

Menindaklanjuti arahan tersebut, beberapa hal telah dipersiapkan pemerintah termasuk dengan menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Satuan Tugas (Satgas) Perundingan Perdagangan, Investasi, dan Keamanan Ekonomi Indonesia dan Amerika Serikat, Satgas Perluasan Kesempatan Kerja dan Mitigasi PHK, dan Satgas Peningkatan Iklim Investasi dan Percepatan Perizinan Berusaha. Selain itu, telah diterbitkan Instruksi Presiden tentang Diregulasi Percepatan dan Kemudahan Perizinan Usaha.

“Dan tentunya ini seluruhnya sejalan dengan proses-proses yang dilakukan oleh Indonesia yang membuat regulasi kita bisa diperbandingkan dengan negara-negara lain. Termasuk dalam proses aksesi OECD, di mana Indonesia sudah punya roadmap atau Initial Memorandum. Kemudian ini juga sudah dibahas dalam berbagai comprehensive economic partnership yang existing maupun yang sedang dalam proses,” ungkap Menko Airlangga.

Relaksasi Impor 10 Komoditas

Dalam publikasi yang dikutip Senin (30/06/2025) disebutkan, salah satu langkah utama deregulasi yang dilakukan pemerintah adalah mencabut Permendag No 36 Tahun 2023 jo No 08 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Sebagai gantinya, pemerintah telah menerbitkan Permendang No 16 Tahun 2025 yang mengatur kebijakan impor secara umum dan delapan permendag lainnya yang mengatur secara khusus untuk setiap klaster komoditas.

Pemerintah telah menetapkan relaksasi impor terhadap 10 kelompok komoditas dengan tetap menjaga kepentingan nasional dan kelestarian industri strategis dalam negeri. Komoditas yang mendapat relaksasi mencakup produk kehutanan (khususnya kayu untuk bahan baku industri), bahan baku pupuk bersubsidi, bahan bakar lain, bahan baku plastik, sakarin dan siklamat (pemanis industri), bahan kimia tertentu, mutiara, food tray, alas kaki, serta sepeda roda dua dan tiga.

Seluruh proses penyusunan kebijakan telah dilakukan secara komprehensif dengan mempertimbangkan berbagai usulan dari seluruh stakeholder terkait termasuk dari Kementerian/Lembaga dan asosiasi. Selain itu juga dilakukan Regulatory Impact Analysis (RIA) hingga rapat kerja teknis yang melibatkan seluruh stakeholder terkait. Peraturan dimaksud akan mulai berlaku 60 hari sejak diundangkan, guna memastikan kesiapan implementasi dari segi sistem pelayanan maupun kesiapan regulasi pendukung.

Melalui reformasi kebijakan ini, Pemerintah berharap dapat menciptakan kepastian hukum, memberikan kemudahan dalam proses usaha, serta meningkatkan daya saing industri nasional ke depan. Langkah tersebut merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam mendorong ease of doing business secara konkret di seluruh wilayah Indonesia.