JAKARTA, AW-Pengaturan tata niaga singkong mendesak dilakukan guna mengatasi persoalan komoditas itu yang terus terjadi hampir tiap tahun. Selaian tata niaga singkong, stabilisasi harga juga urgen agar petani dapat menikmati margin yang baik dari usaha tani yang dijalankannya.

Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal bersama empat bupati dari provinsi itu bertemu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman di Jakarta pada 9 September 2025 guna melaporkan dan membahas persoalan anjloknya harga singkong di Lampung yang berdampak langsung terhadap jutaan petani.

Empat bupati yang mendampingi Gubernur Lampung dalam pertemuan tersebut adalah Bupati Lampung Utara, Bupati Lampung Tengah, Bupati Lampung Timur, dan Bupati Mesuji. Mereka kompak menyampaikan bahwa tanpa regulasi tata niaga singkong yang jelas, hubungan antara petani dan pabrik tidak pernah menemukan kesepakatan harga yang pasti.

Menurut Gubernur Rahmat, Lampung merupakan sentra singkong nasional dengan kontribusi hampir 70% produksi singkong Indonesia. Namun, harga singkong terus tertekan akibat masuknya impor tepung tapioka dan singkong yang membuat produk lokal sulit bersaing. “Bersama beberapa bupati kami menghadap Pak Mentan karena menghadapi permasalahan harga singkong di Provinsi Lampung yang terus turun. Saat ini, kita sedang mengusahakan agar harga bisa segera distabilkan dan diseragamkan, tidak hanya di Lampung tapi juga di seluruh Indonesia,” kata Gubernur Rahmat.

Rahmat menegaskan, potensi ekonomi singkong di Lampung sangat besar. Total produk domestik bruto (PDB) dari sektor singkong hingga turunannya diperkirakan hampir Rp 50 triliun. Sekitar satu juta keluarga di Lampung menggantungkan hidup dari singkong, dengan lahan tanaman yang lebih luas dibandingkan padi dan jagung.

“Lampung sebenarnya sangat mampu memenuhi kebutuhan lokal. Namun, petani tetap miskin karena harga singkong ditekan impor. Jika kondisi ini terus berlanjut, petani bisa berhenti menanam singkong. Karena itu, kami meminta perhatian pemerintah pusat agar tata niaga singkong segera dibenahi,” ujar dia dalam publikasi yang dikutip Rabu (10/09/2025).

Sementara itu, Anggota DPRD Provinsi Lampung Mikdar Ilyas menambahkan, permasalahan harga singkong yang dialami petani tidak hanya terkait fluktuasi pasar, tetapi juga potongan harga yang sangat besar serta masuknya impor.

Persoalan harga singkong ini bukan hal baru. Pertama, ada masalah potongan harga yang sangat tinggi hingga 50-60% dari harga Rp 1.350 per kilogram. Ini jelas membuat petani menderita, bahkan modal pun tidak kembali. Kedua, masalah impor yang semakin menekan harga di tingkat petani. “Semua persoalan ini tadi sudah kami sampaikan ke Pak Mentan,” ujar Mikdar yang juga sekaligus menjabat sebagai Ketua Pansus Tata Niaga Singkong.

DPRD Provinsi Lampung mengapresiasi respons cepat Mentan Amran yang langsung menyiapkan solusi terkait penetapan harga singkong di pasar nasional. Selain itu, ia menegaskan bahwa DPRD akan terus mengawal agar kementerian terkait menutup keran impor dan menetapkan harga yang lebih proporsional.

“Insyaallah ada tanggapan positif. Harapan kami, kementerian segera memastikan kualitas singkong nasional, melarang impor berlebih, serta menetapkan singkong sebagai salah satu komoditas prioritas. Dengan begitu, kestabilan harga dapat terjaga. Bahkan tadi juga dibahas peluang agar BUMN bisa masuk mendukung pembangunan pabrik di sentra produksi singkong,” jelas Mikdar.

Sedangkan Mentan Amran menyambut baik laporan tersebut dan menegaskan komitmen pemerintah dalam mencari solusi jangka pendek maupun panjang. Mentan berjanji segera mengeluarkan surat resmi terkait penetapan harga minimal singkong yang berlaku secara nasional. “Regulasi ini harus kita kawal bersama. Saya akan buatkan surat agar harga singkong minimal sesuai regulasi harga di Lampung, sehingga petani punya jaminan harga. Kita tidak boleh membiarkan petani terus merugi,” tegas Mentan Amran.

Selain itu, Mentan mendorong peningkatan produksi singkong dengan kualitas pati lebih tinggi agar kebutuhan industri dalam negeri terpenuhi, sekaligus memperkuat posisi tawar petani di hadapan pabrik. “Saya mau singkong Lampung bisa 70 ton per hektar. Saya minta Pak Sekjen memanggil tim khusus. Nanti akan saya ajarkan langsung supaya bisa diterapkan di Provinsi Lampung. Kita kawal regulasi sistem tata niaga singkong, petani untung tapi pabrik juga tidak dirugikan,” tutur Mentan.