JAKARTA, AW-Pemerintah telah mengeluarkan stok dalam rangka intervensi harga beras. Rinciannya, 360 ribu ton berupa bantuan pangan beras (BPB) dan 1,3 juta ton adalah beras SPHP yang dikeluarkan di periode Juli-Desember 2025. Dengan dikeluarkannya stok tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman berharap harga beras di pasaran bisa segera turun.
Pemerintah memastikan stok beras nasional dalam kondisi aman dan cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hingga hari ini, stok beras di Perum Bulog tercatat 4,2 juta ton, tertinggi dalam sejarah. Mentan menyampaikan, untuk menjaga stabilitas harga, pemerintah telah mempercepat penyaluran bantuan sosial (bansos) atau BPB 360 ribu ton serta menyalurkan beras SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan/operasi pasar) sebanyak 1,3 juta ton.
“Dengan langkah ini, harga beras dipastikan akan turun. Kami mempercepat penyaluran stok, sekaligus menindak tegas kecurangan perdagangan beras di pasar,” ungkap Mentan saat diwawancarai awak media di Gedung DPR Jakarta, Rabu (16/07/25).
Namun demikian, pemerintah juga tengah menindaklanjuti temuan serius terkait kualitas dan praktik perdagangan beras di pasar. Dari investigasi di 268 titik sampel di daerah lumbung padi, ditemukan bahwa 212 sampel tidak sesuai standar mutu dan dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). Pemeriksaan dilakukan melalui 13 laboratorium independen di seluruh Indonesia. “Ini bukan sekadar kasus beras oplosan. Ini lebih dari itu. Beras kualitas biasa dijual sebagai premium tanpa proses pencampuran. Ini adalah manipulasi yang merugikan masyarakat,” kata Mentan.
Mentan Amran mengatakan telah melaporkan temuan ini kepada Satgas Pangan Mabes Polri dan Kejaksaan Agung, dengan pemeriksaan terhadap 26 merek beras, dan 40 merek lainnya akan segera menyusul. Dari hasil pengawasan bersama, 90% sampel yang diperiksa tidak memenuhi standar. Pemerintah menyampaikan apresiasi kepada pelaku usaha yang telah secara sukarela menarik dan menyesuaikan harga produk mereka dengan kualitas sebenarnya.
Lebih lanjut, Mentan menegaskan, kekhawatiran akan kelangkaan beras tidak beralasan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), saat ini Indonesia mengalami surplus beras lebih dari 3 juta ton, jika dibandingkan dengan total konsumsi nasional.
Karena itu, tidak ada alasan terjadinya kelangkaan beras di pasar. “Perlu kami tegaskan, stok beras tidak boleh disimpan di gudang tanpa didistribusikan. Seluruh stok harus segera dikeluarkan dan disalurkan ke masyarakat. Namun, yang perlu disesuaikan harga jualnya, agar selaras dengan kualitas produk. Jika beras tersebut merupakan beras biasa, maka harus dijual dengan harga beras biasa, bukan dikemas dan dijual sebagai beras premium,” ujar Mentan.
Terkait dugaan kerugian akibat praktik curang ini, potensi kerugian ditaksir Rp 99 triliun per tahun, akibat selisih harga jual beras biasa yang dikemas dan dijual sebagai premium. Ini sangat merugikan masyarakat, terutama kelompok berpendapatan rendah. “Pangan adalah sektor vital. Jangan dipermainkan. Apalagi ada subsidi pemerintah di dalamnya. Kita harus kawal bersama. Kami berterima kasih kepada semua pihak yang mendukung upaya penertiban ini,” tutur Mentan dalam publikasi yang dikutip pada hari yang sama.
Pemerintah juga mengimbau masyarakat untuk lebih selektif dalam membeli beras, mengikuti informasi resmi, dan melaporkan jika menemukan indikasi kecurangan di lapangan. “Nanti kami periksa terus menerus. Kami akan kontrol. Kami akan ikuti periksa terus menerus. Jangan rugikan konsumen 286 juta penduduk Indonesia.Jangan dirugikan,kita harus membela,” tandas Mentan Amran.