JAKARTA, AW-Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) di Desa Matasio, Kabupaten Rote Ndao, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), mulai dibangun. Sentra industri garam itu diperkirakan menyerap sekitar 26 ribu tenaga kerja. Pembangunan sentra industri tersebut bertujuan untuk mewujudkan swasembada garam nasional di 2027.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono pada 3 Juni 2025 melakukan kick-off pembangunan K-SIGN di Desa Matasio. Program pembangunan itu bagian dari upaya konkret pemerintah mewujudkan swasembada garam di 2027.
Pembangunan K-SIGN di Rote Ndao itu akan dilakukan melalui pendekatan ekstensifikasi terpadu, yang mencakup pembangunan tambak garam modern, fasilitas gudang dan pengolahan, hingga penataan kelembagaan dan kerja sama produksi.
“Kawasan ini bukan hanya pusat produksi, tetapi simbol kemandirian bangsa. Kita ingin mengakhiri ketergantungan impor garam dan mengangkat potensi lokal ke panggung nasional,” ujar Menteri Trenggono saat kick off K-SIGN di Rote Ndao, NTT.
Dalam publikasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dikutip Selasa (03/06/2025) disebukan, pembangunan K-SIGN tersebut dijadwalkan berlangsung selama dua tahun dengan tahapan kerja yang rinci dan terukur. Program K-SIGN pun diperkirakan menyerap sekitar 26 ribu tenaga kerja, dan akan meningkatkan perekonomian masyarakat lokal, serta menghidupkan usaha turunan lainnya.
Tahapan pembangunan akan mencakup perencanaan dan persiapan lahan, perizinan, pembangunan infrastruktur, pembentukan kelembagaan, hingga ujicoba operasional produksi garam tahap I dan II. Selain itu, akan dibangun gudang garam nasional dan unit pengolahan untuk memperkuat rantai pasok dan nilai tambah produk.
Regulasi Pendukung
Pelaksanaan program K-SIGN diperkuat dengan diterbitkannya Kepmen KP No 28 Tahun 2025 tentang Lokasi Pembangunan Kawasan Sentra Industri Garam Nasional Tahun 2025-2026 yang ditetapkan pada 2 Juni 2025. Kawasan yang ditetapkan mencakup luas lahan 10.764 hektare, tersebar di 13 desa di tiga kecamatan, yaitu Landu Lenko, Pantai Baru, dan Rote Timur, serta wilayah perairan di Teluk Pantai Baru.
Ketiga lokasi dipilih berdasarkan ketersediaan lahan potensial dan dukungan ekosistem pesisir yang mendukung proses produksi garam secara efisien dan berkelanjutan. “Kami sangat senang Rote Ndao bisa menjadi bagian dalam upaya mewujudkan swasembada garam. Dan kami sampaikan rasa terimakasih kami kepada Pemerintah Pusat yang telah menjadikan Rote Ndao sebagai kawasan sentra industri garam nasional,” kata Bupati Rote Ndao Paulus Henuk
Sebagai bentuk pengawasan, Gubernur NTT dan Bupati Rote Ndao diberikan mandat melakukan pemantauan dan pelaporan berkala kepada Dirjen Pengelolaan Kelautan yang selanjutnya melaporkan perkembangan kepada Menteri KP setiap tiga bulan sekali.
Pembangunan kawasan itu juga sejalan dengan amanat Perpres No 17 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembangunan Pergaraman Nasional, yang menekankan pentingnya transformasi industri garam sebagai penopang ekonomi biru dan ketahanan pangan nasional.
Dengan dimulainya pembangunan kawasan itu, KKP berharap Indonesia dapat segera keluar dari ketergantungan impor garam industri serta menjadikan Rote Ndao sebagai model keberhasilan pembangunan industri garam nasional yang berbasis kawasan, inklusif, dan berkelanjutan.