JAKARTA, AW-Indonesia berpeluang menyelamatkan ekspor komoditas serat selulosa ke Malaysia hingga US$ 2,6 juta serta membuka ruang bagi produsen dan eksportir nasional memperluas akses pasar ekspornya di Negeri Jiran tersebut. Hal itu menyusul kebijakan Pemerintah Malaysia yang resmi mencabut pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) serat selulosa asal Indonesia per 21 Maret 2025.
Menurut Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Isy Karim, pihaknya menyambut baik keputusan Malaysia mencabut pengenaan BMAD produk serat selulosa Indonesia tersebut. Dengan keputusan tersebut maka Indonesia berpotensi menyelamatkan ekspor serat selulosa ke Malaysia hingga senilai US$ 2,6 juta serta membuka peluang bagi produsen eksportir Indonesia untuk memperluas akses pasar ekspornya di Malaysia.
“Keputusan Malaysia yang mencabut pengenaan BMAD tersebut sudah tepat. Pengenaan yang berlaku sejak Maret 2020 ini membuktikan bahwa serat selulosa asal Indonesia tidak merugikan industri di Malaysia. Kami harap keputusan ini menjadi angin segar bagi produsen dan eksportir di Indonesia untuk memperluas akses pasar di Malaysia,” papar Isy.
Dalam publikasi yang dikutip Jumat (28/03/2025), Pemerintah Malaysia secara resmi menghentikan pengenaan BMAD terhadap produk cellulose fibre reinforced cement flat and pattern sheet (lembaran semen serat selulosa) asal Indonesia. Keputusan tersebut berlaku efektif sejak 21 Maret 2025.
Kemendag RI pun memprediksi ekspor serat selulosa Indonesia ke Malaysia akan meningkat setelah keputusan tersebut. Informasi penghentian BMAD itu diperoleh dari Trade Practices Section, Multilateral Trade Policy and Negotiation Division, Ministryof Investment, Trade and Industry Malaysia tertanggal 25 Maret 2025 serta Warta Kerajaan Persekutuan Federal Government Gazette Malaysia.
Berkat Kolaborasi
Direktur Pengamanan Perdagangan Kemendag Reza Pahlevi Chairul menambahkan, Pemerintah RI telah melakukan upaya terbaik selama masa penyelidikan guna membebaskan serat selulosa Indonesia dari pengenaan BMAD. Upaya tersebut meliputi koordinasi dengan perusahaan, penyampaian pembelaan tertulis, dan konsultasi dengan Otoritas Malaysia.
Langkah itu termasuk berkoordinasi dengan Kedubes RI di Kuala Lumpur, eksportir, asosiasi, dan pihak-pihak lainnya. “Keberhasilan ini tidak akan terwujud tanpa kolaborasi aktif dan produktif antara Direktorat Pengamanan Perdagangan Kemendag serta pemangku kepentingan terkait. Indonesia harus memanfaatkan momen itu untuk memacu ekspor serat selulosa karena produk Indonesia memiliki potensi daya saing yang kuat di pasar Malaysia,” jelas Reza.
Sementara itu, Direktur PT Bangunperkasa Adhitamasentra Nicholas Justin Sugianto, mewakili pelaku usaha serat selulosa di Indonesia, mengapresiasi dukungan dan kerja sama Kemendag dalam mengamankan akses pasar ekspor ke Malaysia. Pengusaha berharap kerja sama itu dapat terus berlanjut dalam meningkatkan ekspor produk serat selulosa Indonesia di pasar global.
Ministry of Investment, Trade and Industry (MITI) selaku Otoritas Malaysia telah melakukan penyelidikan antidumping terhadap produk serat selulosa asal Indonesia sejak 26 Juli 2019. Berdasarkan hasil penyelidikan itu, Pemerintah Malaysia menerapkan BMAD terhadap produk tersebut 9,14-108,10% sejak 21 Maret 2020-20 Maret 2025.
Pada periode 2019-2023, ekspor serat selulosa Indonesia ke Malaysia mencatatkan tren peningkatan 15,06%. Di 2024, nilai ekspor produk tersebut tercatat US$ 1,69 juta atau turun 40% dibandingkan tahun sebelumnya US$ 2,61 juta.