JAKARTA, AW-Ombudsman RI meminta pemerintah segera mengintervensi harga ayam hidup (livebird/LB). Sebab, usai Lebaran 2025, harga ayam hidup terus anjlok yang membuat para peternak merugi Rp 86,4 miliar per minggunya. Salah satu intervensi yang dapat dilakukan pemerintah adalah menyerap ayam hidup para peternak untuk keperluan Program Makan Bergizi Gratis (PMBG).
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika memperkirakan, apabila tak ada langkah intervensi dari pemerintah maka kerugian para peternak dapat berlanjut hingga akhir Mei 2025 hingga sebesar Rp 691,2 miliar. Karena itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) agar segera melakukan langkah intervensi. “Kami meminta pemerintah segera melakukan intervensi, seperti penyerapan kelebihan produksi ayam hidup untuk menjadi cadangan pangan nasional,” jelas Yeka Hendra Fatika.
Ombudsman RI memberikan tiga saran untuk mengerek naik harga ayam hidup di tingkat peternak. Pertama, pemerintah agar melakukan penyerapan kelebihan produksi ayam hidup para peternak sebagai cadangan pangan nasional atau dikoneksikan dengan PMBG, sehingga kerugian mereka dapat dicegah.
Kedua, dengan mempelajari apa yang terjadi di masa lalu, pemerintah dapat melakukan koordinasi dengan seluruh pelaku usaha terutama perusahaan breeding dan feedmill agar ikut berpartisipasi melakukan penyerapan produksi ayam hidup.
Ketiga, Ombudsman RI meminta agar Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan meningkatkan kompetensi pengawasannya guna memastikan Setting Hatching Record (SHR) ayam hidup setiap minggu dilaksanakan agar tidak melebihi jumlah permintaan (demand). SHR ayam hidup merupakan pengaturan atau catatan penetasan untuk mengelola produksi ayam hidup.
Ombudsman RI menerima keluhan dari para peternak di Jawa Barat, yakni harga ayam hidup pada 7-11 April 2025 sebesar Rp 11-12 ribu per kilogram (kg) dan di 14-16 April 2025 mencapai Rp 13-14 ribu per kg. Padahal, terdapat harga acuan harga ayam hidup Rp 23-35 ribu per kg yang tertuang dalam Peraturan Bapanas No 06 Tahun 2024.
Apabila dibandingkan dengan harga acuan, ada selisih kerugian setidaknya Rp 9.000 per kg ayam hidup. Kerugian para peternak mandiri dengan populasi 6 juta ekor, berat rata-rata per ekor ayam hidup 1,6 kg, jumlah produksi Rp 9,6 juta kg per minggu, diestimasikan tiap minggunya Rp 86,4 miliar. “Jadi, anjloknya harga ayam hidup setelah Lebaran 2025 membuat peternak merugi Rp 86,4 miliar per minggu,” jelas Yeka Hendra Fatika.
Yeka Hendra Fatika menilai, jatuhnya harga ayam hidup saat ini karena pemerintah tidak mampu mengontrol SHR Day Old Chicken (DOC) atau ayam yang baru menetas setiap minggunya. Idealnya, pemerintah memiliki kemampuan untuk mengawasi dan mengevaluasi SHR sehingga SHR aktual di lapangan mendekati jumlah permintaan DOC.
“Permintaan DOC per minggunya 60-65 juta ekor. Pada Maret 2025, SHR mencapai 70 juta ekor per minggu, sehingga melebihi jumlah permintaan (oversupply),” jelas Yeka Hendra Fatika. Sedangkan salah satu penyebab peternak maupun pelaku usaha meningkatkan jumlah produksi ayam hidup karena di Februari 2025 harga DOC mencapai Rp 7.000-8.500 per ekor, namun ini hanya Rp 500 karena oversupply.