JAKARTA, AW-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen Perikanan Tangkap menegaskan bahwa penangkapan ikan tuna sirip biru selatan wajib memenuhi ketentuan dan standar internasional Regional Fisheries Management Organizations (RFMO) dalam hal ini The Commission for the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT). Hal itu di antaranya lantaran tuna sirip biru selatan memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan hanya bisa ditemukan di samudra selatan.
Plt Dirjen Perikanan Tangkap KKP Lotharia Latif mengatakan, ikan tuna termasuk ikan yang beruaya (migrasi) jauh sehingga tata kelola penangkapannya diatur oleh organisasi internasional. Selain itu, tuna sirip biru selatan bernilai ekonomi tinggi dan hanya bisa ditemukan di samudra selatan.
Untuk itu, KKP akan memberikan sanksi tegas kepada para pelaku usaha yang tidak patuh dan melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh RFMO. “Indonesia adalah negara anggota tetap CCSBT dan rutin mengikuti sidang reguler untuk membahas kuota hingga kepatuhan penangkapan ikan tuna sirip biru selatan,” ujar dia dalam publikasi yang dikutip Jumat (21/03/2025).
Kuota penangkapan ikan tuna sirip biru selatan ditentukan setiap tiga tahun. Pada Oktober 2024, Indonesia turut menghadiri pertemuan regional tahunan komisi CCSBT untuk memperjuangkan tata kelola perikanan tuna sirip biru selatan. Pada sidang itu disampaikan pula kepatuhan negara-negara anggota yang dinilai meningkat. Namun demikian, terdapat catatan bagi Indonesia perlunya mendorong peningkatan kecukupan observer on board (petugas pemantau di atas kapal perikanan).
“Ini menjadi catatan bahwa diperlukan penambahan jumlah observer, frekuensi penempatan observer di atas kapal, peningkatan kemampuan observer termasuk alat komunikasi di atas kapal yang memadai untuk mendukung kinerja observer,” jelas Latif.
Selain memiliki perizinan yang lengkap, kapal perikanan yang menangkap ikan tuna wajib terdaftar dalam CCSBT Record of Authorized untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku.
Setiap kapal perikanan yang beroperasi juga harus menggunakan alat penangkapan ikan ramah lingkungan serta menerapkan langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi bycatch spesies yang dilindungi seperti hiu dan penyu.
Pembenahan aturan dan pengawasan ketat kapal yang menangkap ikan tuna sirip biru akan dievaluasi. Otoritas dalam hal ini akan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku usaha yang tidak patuh dan melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh RFMO. “Sudah saatnya kita kelola penangkapan ikan tuna sirip biru dengan baik dan menghasilkan harga jual yang tinggi sehingga memberikan pemasukan negara yang besar dan meningkatkan kesejahteraan nelayan Indonesia,” tegas Latif.
Sebelumnya, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, sebagai negara anggota RFMO, Indonesia berkomitmen penuh mengelola sumber daya ikan tuna secara berkelanjutan. Apalagi, perairan Indonesia selama ini dikenal sebagai tempat beruaya dan wilayah penangkapan tuna, baik di perairan kepulauan, perairan teritorial, maupun di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.