JAKARTA, AW-Peluang ekspor furnitur ke Timur Tengah sangat terbuka. Sebab, pangsa pasar furnitur Indonesia di kawasan itu baru 0,61%. Situasi perekonomian dunia saat ini bisa jadi momentum terciptanya perluasan pasar baru yang tidak hanya memacu nilai ekspor jangka pendek, tetapi juga melahirkan pasar baru yang sustainable dan meningkatkan ketahanan industri furnitur nasional untuk jangka panjang.

Dirjen Industri Kecil Menengah dan Aneka Kementerian Perindustria (IKMA Kemenperin) Reni Yanita mengatakan, pangsa pasar industri furnitur nasional berpotensi untuk terus dikembangkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor industri furnitur untuk kode HS 9401, 9402, dan 9403 pada periode Januari-Desember 2024 mencapai US$ 1,91 miliar, meningkat 3,24% dibandingkan periode yang sama 2023 sebesar US$ 1,85 miliar.

“Namun demikian, kita semua harus berupaya mempersiapkan pelaku industri furnitur dalam negeri agar mampu menguasai pasar domestik dan bisa bersaing dengan produk dari luar negeri. Karena itu, kami mendukung perluasan pasar dengan memacu industri kecil dan menengah (IKM) furnitur ekspansi ke Timur Tengah,” ungkap Reni Yanita dalam publikasi yang dikutip Senin (05/05/2025).

Kemenperin terus mendorong pelaku IKM furnitur untuk dapat memperluas pasarnya, termasuk ke kancah internasional, selain memaksimalkan pasar dalam negeri. Sektor IKM semakin dipacu untuk bisa menembus dan memperluas pasar ekspor, termasuk ekspor furnitur ke Timur Tengah, meskipun di tengah dinamika ekonomi global. Selain telah memberikan akses IKM ke pasar internasional melalui berbagai program fasilitasi pameran serta pendampingan dan business matching, Kemenperin juga aktif menyelenggarakan beragam kegiatan edukasi seperti talkshow mengenai ekspansi pasar.

Salah satunya, Talkshow Global Furniture Market 2025 dengan tema Strategic Issues and New Market Potential, Middle East Edition yang digelar daring pada 29 April 2025. Talkshow diperuntukkan bagi pelaku IKM furnitur dengan tujuan agar semakin banyak produk furnitur buatan perajin Indonesia yang mampu bersaing di pasar global.

Reni Yanita menyampaikan, talkshow tersebut memberikan informasi penting bagi IKM khususnya di sektor furnitur agar semakin siap dalam mengantisipasi situasi dan dinamika ekonomi dunia. Selain itu, edukasi yang diberikan juga mencakup penyampaian peluang pasar di negara importir nontradisional, khususnya kawasan Timur Tengah, yang dinilai memiliki potensi besar terhadap produk furnitur Indonesia.

Talkshow Global Furniture Market 2025 digelar Kemenperin selaku inisiator menjalin kerja sama dengan Kementerian Perdagangan serta Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo). Talkshow itu mengulas ide, strategi dan kebijakan efektif dalam menghadapi situasi ekonomi global yang kini jadi tantangan bagi pelaku industri domestik. Hadir narasumber kompeten yang membahas isu strategis global, strategi pemasaran di pasar Timur Tengah, serta langkah-langkah adaptasi yang diperlukan oleh pelaku industri furnitur RI.

Diharapkan melalui talkshow itu, tidak hanya menjadi ajang berbagi ide dan tips untuk masuk ke pasar Timur Tengah, tetapi juga dapat menjadi katalisator yang mendorong tindakan lebih jauh agar produk furnitur Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk dapat bersaing di pasar Timur Tengan dibanding negara-negara pesaing lainnya.

Perlunya Diversifikasi Pasar

Sementara itu, Direktur Industri Kecil dan Menengah Pangan, Furnitur, dan Bahan Bangunan Bayu Fajar Nugroho menjelaskan terbukanya peluang ekspor furnitur ke Timur Tengah. Bayu menuturkan, diversifikasi pasar penting untuk meningkatkan ketahanan industri nasional, itu juga karena kawasan Timur Tengah memiliki demand cukup tinggi terhadap produk furnitur.

Industri furnitur nasional memiliki potensi yang besar seperti memiliki keunggulan sumber bahan baku yang khas dan melimpah, serta ciri dan identitas teknik desain dan produksi, namun masih terdapat ketergantungan terhadap pasar yang sudah ada. “Hal ini harus segera diimbangi dengan penetrasi ke pasar nontradisional. Timur Tengah menjadi salah satu kawasan strategis yang harus digarap lebih serius,” tutur Bayu.

Pada 2024, berdasarkan data trademark.org, negara-negara Timur Tengah yang tergabung dalam the Gulf Cooperation Council (GCC) mencatat nilai impor produk furnitur (HS 9401–9403) senilai US$ 4,71 miliar. Dari jumlah tersebut, produk furnitur Indonesia baru mendapatkan market share 0,61% atau senilai US$ 29,1 juta.

“Kita harus melihat situasi ini bukan hanya sebagai tantangan, tetapi juga peluang. Kawasan Timur Tengah menawarkan potensi besar dengan preferensi konsumen yang terus berkembang. Industri kita harus siap bersaing, baik dari sisi kualitas produk, desain, standardisasi, sertifikasi, serta kemampuan dan kapasitas dalam melakukan ekspor,” jelas dia.

Kemenperin juga telah melaksanakan berbagai program untuk mendukung ekspansi pasar ekspor melalui partisipasi dalam pameran bertaraf internasional, serta mendorong penetrasi pasar domestik lewat fasilitasi pelaku IKM masuk dalam pengadaan pemerintah, pendaftaran penyedia di LPSE, dan pendaftaran di berbagai platform marketplace demi menciptakan peluang bisnis lebih luas bagi IKM. Kondisi saat ini harus dijadikan momentum memperluas jangkauan ekspor dan tidak terpaku pada pasar lama.