JAKARTA, AW-Indonesia perlu mengembangkan riset dan modernisasi pertanian agar bisa menguasai pangan dan energi dunia. Melalui riset dan modernisasi pertanian, komoditas perkebunan tidak hanya melulu untuk pangan tapi bisa juga diubah menjadi bahan baku energi, seperti tebu diolah menjadi bioetanol dan sawit menjadi bahan bakar ramah lingkungan.

Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengatakan, riset dan modernisasi pertanian sangat dibutuhkan agar sektor itu, khususnya komoditas perkebunan, dapat kembali menempati posisi strategis di pasar global. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto menginginkan komoditas perkebunan nasional kembali menduduki posisi nomor satu di dunia. “Insyaallah, sambil mengejar swasembada beras, kita paralel menyiapkan lompatan besar untuk komoditas lainnya, termasuk perkebunan,” tegas Wamentan dalam publikasi yang dikutip Senin (12/05/2025).

Wamentan juga mendorong penguatan hilirisasi demi meningkatkan nilai tambah, salah satunya lewat pengembangan biofuel berbasis tanaman perkebunan seperti sawit dan tebu. Prospek pengembangan dua komoditas itu sangat menjanjikan, baik untuk pangan maupun energi. “Ini menjanjikan. Keunggulan komparatif kita di sektor pertanian ternyata tidak hanya untuk pangan, tapi juga energi. Tebu bisa diolah jadi bioetanol, sawit bisa jadi bahan bakar ramah lingkungan. Jika kebutuhan pangan sudah tercukupi, komoditas itu bisa dimanfaatkan untuk energi,” jelas dia.

Saat kunjungan kerja ke Taman Sains Pertanian (TSP) Balai Perakitan dan Pengujian Tanaman Industri dan Penyegar (BRMP TRI) di Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini, Wamentan Sudaryono menegaskan komitmen Kementerian Pertanian (Kementan) untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian melalui penguatan riset, inovasi, dan modernisasi. Dalam kunjungannya, Wamentan meninjau sejumlah fasilitas, seperti area pembibitan kopi, koleksi plasma nutfah tanaman perkebunan, proses pengolahan kopi dan kakao, serta pengembangan biofuel.

Potensi riset dari balai-balai Kementan perlu dioptimalkan sebagai kekuatan utama dalam membangun pertanian nasional yang berdaya saing global. “Negara kita ini keren. Ada 64 balai di Kementan yang mengelola perbenihan, pembibitan, hingga pascapanen. Misalnya, ada balai yang bisa melakukan inseminasi buatan untuk mendukung produksi sapi nasional,” ujar Wamentan. Dengan mempunyai 64 balai rahasia itu, ujar Wamentan, Indonesia bisa menguasai pangan dan energi dunia.

Perkuat Kolaborasi

Wamentan Sudaryono juga turut menyoroti pentingnya menjembatani hasil riset dan modernisasi pertanian dengan kebutuhan praktis dunia usaha dan agribisnis, khususnya di kalangan anak muda. “Pekerjaan rumah kita adalah mengatasi gap antara hasil riset dengan penerapan di lapangan. Banyak anak muda belajar dari media sosial tanpa data ilmiah. Kita ingin mendekatkan riset dengan dunia usaha, sehingga anak-anak muda bisa meniru model bisnis budidaya atau pengolahan berbasis riset,” jelas Wamentan.

Sebagai bagian dari upaya itu, Wamentan Sudaryono mendorong kolaborasi yang erat antara Kementan, perguruan tinggi, dan lembaga penelitian. Langkah penguatan kolaborasi itu sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mengadopsi teknologi terbaik dalam memperkuat sektor pertanian nasional.

Sementara itu, Kepala BRMP TRI Evi Savitri Iriani menjelaskan, balai yang dipimpinnya berperan dalam pengembangan benih unggul dan teknologi pengolahan hasil perkebunan. Teknologi yang dihasilkan diharapkan bisa langsung diimplementasikan oleh masyarakat. “Dengan kunjungan Pak Wamentan, kami berharap masyarakat tahu bahwa balai-balai Kementan adalah sumber teknologi. Mereka bisa bertanya, belajar, dan menerapkan langsung di lapangan. Jangan hanya berhenti di jurnal atau laporan, tapi betul-betul dirasakan manfaatnya,” tutur Evi.