JAKARTA, AW-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan revitalisasi tambak Pantai Utara (Pantura) Jawa tidak akan merusak ekosistem pesisir dan lingkungan sekitar. Sebab, proyek itu dijalankan berbasis ekonomi biru secara berkelanjutan dan ramah lingkungan dengan dilengkapi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS).
KKP terus melakukan tahapan-tahapan pelaksanaan revitalisasi tambak Pantura Jawa dengan memantapkannya lewat KLHS. Untuk itu, terbaru pada 17 Maret 2025, KKP melalui Ditjen Perikanan Budi Daya (DJPB) menggelar konsultasi publik (konblik) tahap I berupa KLHS guna untuk memastikan pelaksanaan program aman bagi kelestarian lingkungan serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Konblik tahap I KLHS merupakan salah satu syarat penting dalam perizinan pemanfaatan lahan kehutanan pada pelaksanaan program revitalisasi tambak Pantura Jawa. Tahapan KLHS sebagai rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa program revitalisasi tambak Pantura Jawa untuk komoditas budi daya nila salin tidak hanya meningkatkan produktivitas, tetapi juga menjaga keseimbangan ekologi dan sosial.
Dirjen Perikanan Budi Daya KKP TB Haeru Rahayu mengatakan, konblik tahap I KLHS merupakan salah satu syarat penting dalam perizinan pemanfaatan lahan kehutanan pada pelaksanaan program revitalisasi tambak Pantura Jawa. “KLHS menjadi instrumen kunci untuk memastikan program revitalisasi tambak Pantura Jawa tetap berbasis ekonomi biru secara berkelanjutan dan ramah lingkungan tidak merusak ekosistem pesisir dan lingkungan sekitar,” jelas Haeru dalam publikasi yang dikutip Sabtu (05/04/2025).
Tambak di Pantura Jawa memiliki potensi besar namun menghadapi tantangan dari sisi lingkungan, tata kelola, dan ekonomi. Kondisi existing tambak tidak produktif (idle), budi daya masih dilakukan tradisional, tidak ada tandon dan IPAL sehingga rentan terhadap serangan penyakit, serta produktivitasnya pun rendah yakni hanya 0,6 ton per hektare (ha) per tahun. Program revitalisasi tambak Pantura Jawa pada tahap awal 2025 dengan target 20 ribu ha akan dimulai di Bekasi, Karawang, Subang, dan Indramayu.
Program itu untuk meningkatkan produktivitas tambak yang kurang optimal tadi dan mendukung ketahanan pangan nasional berbasis ekonomi biru secara berkelanjutan. “Kami proyeksikan target produksi ikan nila salin dari 20 ribu ha dengan program revitalisasi di empat lokasi kabupaten itu akan menghasilkan sekitar 1,56 juta ton ikan nila salin. Dengan asumsi harga jual Rp 25 ribu per kilogram (kg) saja, akan terjadi perputaran uang hingga triliunan Rupiah per tahun,” tutur Haeru.
Dukungan Berbagai Pihak
Demi mencapai target revitalisasi tambak Pantura Jawa 2025, KKP memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Dalam hal tahapan KLHS, KKP membutuhkan dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan Kementerian Kehutanan (Kemenhut) sehingga penggunaan lahan kehutanan untuk program revitalisasi tambak Pantura Jawa dapat berjalan sesuai prosedur dan hasilnya optimal.
Sebelumnya, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono menyebutkan, program revitalisasi tambak Pantura sebagai solusi keberadaan tambak idle yang cukup banyak di sepanjang jalur Pantura. Program ini sekaligus sebagai sarana edukasi bagi masyarakat untuk mengelola budidaya perikanan dengan cara lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Program revitalisasi tambak Pantura Jawa sendiri memiliki multiplier effect yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mendorong daya saing nasional, di antaranya pertumbuhan UMKM, peningkatan tenaga kerja, akses transportasi, arus logistik, fasilitas telekomunikasi, failitas jaringan listrik, sarana pendidikan dan pendapatan asli daerah.
“Tentunya terciptanya multiplier effect dari revitalisasi tambak di Pantura Jawa diharapkan dukungan penuh dari kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan keberhasilan secara berkelanjutan,” ungkap Haeru.