JAKARTA, AW-Keberadaan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dikhawatirkan menggerus penerimaan negara dari komoditas sawit nasional. Sebab, penertiban kawasan hutan oleh satgas itu berpotensi menurunkan produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak kernel (palm kernel oil/PKO). Keberadaan satgas PKH dikhawatirkan gerus penerimaan sawit melalui kehadirannya setelah Perpres No 05 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025.
Anggota Komisi IV DPR Firman Soebagyo mengatakan, keberadaan Satgas PKH berpotensi menurunkan produksi CPO dan PKO. Apa yang dikhawatirkan Firman Soebagyo atas penertiban terhadap lahan sawit ilegal yang secara historiografi salah kaprah dalam penetapan, sepertinya mulai menjadi kenyataan. Merujuk rilis data yang disampaikan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), terdapat indikasi penurunan produksi CPO dan PKO. “Kebijakan itu bisa sebabkan penurunan produksi CPO dan PKO,” ujar dia dalam keterangan yang dikutip Rabu (02/04/2025).
Produksi CPO di Desember 2024 mencapai 3,88 juta ton atau lebih rendah 10,55% dibandingkan November 2024 yang mencapai 4,33 juta ton. Produksi PKO di Desember 2024 juga turun menjadi 361 ribu ton dari 412 ribu ton pada November 2024. Total ekspor minyak sawit Desember 2024 mencapai 2,06 juta ton atau lebih rendah 21,88% dari November 2023 sebesar 2,64 juta ton. Nilai ekspor di 2024 sebesar US$ 27,76 miliar (Rp 440 triliun), lebih rendah 8,44% dari 2023 sebesar US$ 30,32 miliar (Rp 463 triliun).
Potensi merosotnya penerimaan bisa terjadi secara signifikan lantaran produksi lahan sawit yang menurun. Keberadaan satgas PKH dikhawatirkan akan gerus penerimaan sawit, apabila tupoksi dari Satgas PKH mengincar penindakan hukum terhadap para pelaku usaha sawit maka bisa diprediksi penurunan produksi CPO dan PKO akan terus berlanjut. Pada akhirnya, penerimaan negara pun akan menurun drastis.
Imbas dari keberadaan satgas PKH yang dikhawatirkan gerus penerimaan sawit nasional, Firman Soebagyo menambahkan bahwa pemerintah hendaknya memperhatikan komoditas sawit yang mampu berkontribusi besar bagi penerimaan negara. “Jangan kemudian, kita ingin penerimaan optimal tapi pada prosesnya para pelaku usaha dijepit dengan kondisi menyulitkan,” jelas dia.