JAKARTA, AW-Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) telah menggulirkan serangkaian langkah cepat untuk menstabilkan harga telur konsumsi dan ayam hidup (livebird/LB) yang anjlok sejak usai Lebaran 2025. Kebijakan itu krusial dijalankan sebagai upaya menjaga keberlangsungan usaha peternakan rakyat yang selama ini menjadi tulang punggung produksi unggas nasional.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementan Agung Suganda menjelaskan, pihkanya pada 11 April 2025 telah menggelar rapat nasional yang melibatkan pelaku industri perunggasan dan telah disepakati serangkaian langkah strategis dalam rangka menstabilkan harga telur konsumsi dan ayam hidup. Saat ini, langkah strategis itu terus berjalan di lapangan.
“Stabilisasi harga adalah bentuk keberpihakan kami kepada peternak layer mandiri. Kami ingin memastikan usaha peternakan rakyat tetap berlanjut secara sehat dan berkelanjutan,” kata Agung saat Sarasehan Koperasi Peternak Unggas Sejahtera di Temanggung, Jawa Tengah, pada 25 April 2025.
Dalam publikasi yang dikutip Sabtu (26/04/2025) disebutkan, langkah strategis stabilisasi harga telur konsumsi dan ayam hidup, antara lain pengendalian produksi day old chick final stock (DOC-FS) melalui pemotongan telur tetas (hatching egg) dan afkir dini mandiri untuk mengatur suplai. Langkah lain, mendorong penyerapan ayam dan telur dari peternak mandiri oleh perusahaan integrator dan produsen pakan unggas dengan harga yang disepakati bersama.
Pemerintah juga mengusulkan gerakan penyerapan oleh instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah. Masih di hari yang sama, Ditjen PKH Kementan menerbitkan surat edaran larangan peredaran hatching egg sebagai telur konsumsi dengan tujuan membendung banjir pasokan telur nonkonsumsi di pasar.
Dukungan terhadap langkah pemerintah datang dari asosiasi peternak layer. Pada 12 April, Pinsar Petelur Nasional dan Koperasi Putra Blitar mengapresiasi atas respons cepat pemerintah. Mereka juga mendorong agar telur rakyat diserap melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG), bantuan sosial, maupun ekspor.
Seminggu berselang, tepatnya 19 April 2025, Dirjen Agung berkunjung ke Blitar, sentra produksi telur terbesar di Indonesia, mendorong koperasi dan instansi pemerintah mempercepat penyerapan telur rakyat, terutama melalui program dapur MBG. “Setiap dapur MBG bisa menyerap hingga 3,9 ton telur per bulan,” kata Agung.
Langkah berikutnya menyasar industri pakan. Dalam rapat koordinasi pada 23 April 2025, Kementan mengimbau pabrik pakan dan pedagang bahan baku untuk menyerap ayam hidup dari peternak mandiri. “Kami ingin sinergi lintas pihak berjalan. Jangan hanya pemerintah yang bergerak,” ujar Agung.
Dua hari kemudian, Agung memantau langsung serapan ayam hidup ukuran besar dari peternak rakyat oleh perusahaan integrator dan produsen pakan di Kabupaten Bogor. Di lokasi pertama, PT Malindo Feedmill membeli 5.448 ekor ayam dari peternak mandiri di Kecamatan Tajurhalang dengan bobot rata-rata 2,7–2,8 kilogram (kg) per ekor seharga Rp 17 ribu per kg.
Perusahaan integrator PT Charoen Pokphand Indonesia membeli 2.037 ekor ayam hidup dengan bobot rata-rata 1,9 kg per ekor dari peternak lainnya dengan harga yang sama. PT Japfa Comfeed Indonesia turut menyerap 5.000 ekor ayam dari dua lokasi, yakni Cigudeg dan Serang, dengan bobot rata-rata 2,2–2,6 kg per ekor. “Kami ingin memastikan tidak ada ayam besar yang tidak terserap pasar, terutama saat pasokan sedang tinggi,” ujar Agung.
Langkah stabilisasi harga turut dibarengi upaya penataan tata niaga unggas nasional. Kementan memperkuat koordinasi dengan Badan Pangan Nasional untuk meninjau ulang harga acuan pembelian (HAP) ayam dan telur, serta menyiapkan skema penyerapan karkas dan telur ke dalam Cadangan Pangan Pemerintah (CPP). Selain itu, pengawasan terhadap Permentan No 10 Tahun 2024 diperketat. Fokusnya adalah distribusi DOC FS layer ke industri besar agar tidak melampaui batas populasi 10%.
Kementan juga terus mendorong ekspor DOC, telur, daging ayam, serta produk olahannya ke luar negeri. “Dengan memperluas pasar, peternak kita memiliki lebih banyak ruang untuk tumbuh dan berkembang,” ujar Agung. Adanya kolaborasi lintas sektor, antara pemerintah, pelaku usaha, dan peternak, Kementan berharap sektor perunggasan tetap menjadi fondasi utama ketahanan pangan nasional.