JAKARTA, AW-Pemerintah menyiapkan 525 ribu hektare (ha) lahan transmigrasi untuk pengembangan investasi peternakan sapi nasional. Tujuan utama pengembangan investasi peternakan sapi itu untuk mewujudkan kemandirian pangan berbasis daging dan susu.

Data pemerintah menunjukkan, kebutuhan daging sapi dan susu nasional masih mengandalkan impor dalam jumlah besar, padahal potensi sumber daya lokal, baik lahan, sumber daya manusia (SDM), maupun pasar, sangat melimpah.

Pemerintah menyatukan langkah lintas kementerian/lembaga (K/L) untuk membangun ekosistem investasi peternakan sapi nasional yang terintegrasi. Salah satu terobosan strategis dilakukan melalui pemanfaatan lahan transmigrasi sebagai basis pengembangan kawasan industri peternakan. Karenanya, Kementerian Transmigrasi (Kementrans) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendukung Kementerian Pertanian (Kementan) dalam menyiapkan 525 ribu ha lahan untuk peternakan sapi nasional.

Dalam pertemuan lintas sektor yang digelar di Kantor Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Jakarta pada 16 Mei 2025, Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman menyampaikan komitmen untuk mengalokasikan sebagian dari lahan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) transmigrasi guna mendukung industri peternakan. “Kami saat ini mengelola 3,1 juta ha HPL transmigrasi. Dari jumlah itu, sekitar 525 ribu ha siap kami alokasikan untuk mendukung ekosistem peternakan nasional,” ujar Iftitah dalam publikasi yang dikutip Senin (19/05/2025).

Sementara itu, Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi Todotua Pasaribu menyatakan, pengembangan kawasan industri peternakan terintegrasi akan menghubungkan peternakan sapi potong dan perah dengan industri pengolahan hilir, termasuk susu dan daging olahan. “Kita membangun ekosistem sapi pedaging dan sapi perah yang nantinya terhubung dengan industri hilir seperti pengolahan susu. Ini juga menjadi dukungan konkret terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung pemerintah,” ujar Todotua.

Berbeda dengan pola lama, lahan tidak lagi dibagikan kepada individu, melainkan dikelola secara kolektif sebagai aset korporasi masyarakat. Melalui skema kerja sama usaha inklusif (KSUI), masyarakat akan memiliki saham atas lahan tersebut dan bekerja sama langsung dengan investor. Skema ini dinilai lebih adil dan berkelanjutan.

Percontohan di Sumba

Sedangkan Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda menyampaikan, pihaknya telah menyiapkan proyek percontohan (pilot project) di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, dengan memanfaatkan 10 ribu ha lahan transmigrasi. “Kami rencanakan proyek percontohan di Kabupaten Sumba Timur dengan memanfaatkan 10 ribu ha lahan HPL untuk pengembangan peternakan sapi,” jelas Agung.

Untuk mendukung inisiatif itu, Kementan menggandeng mitra internasional seperti Asia Beef dari Brasil dan sejumlah konsorsium peternakan, baik dari sisi teknologi maupun pembiayaan. Kementan sendiri menyiapkan SDM dan dukungan teknis di lapangan.

Direktur Asia Beef James Jerry Huang mengapresiasi langkah Pemerintah Indonesia itu. James Jerry Huang meyakini bahwa kemitraan antara sektor bisnis dan transfer teknologi dari Brasil akan memberi manfaat besar bagi peternak lokal dan memperkuat ketahanan pangan Indonesia.

“Saya ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dari Pemerintah Indonesia. Saya percaya bahwa dengan menggabungkan kekuatan bisnis dan teknologi dari Brasil, kita bisa mendukung para peternak lokal, dan pada akhirnya menciptakan ketahanan pangan berbasis daging sapi dan susu yang kita miliki,” kata James.