JAKARTA, AW-Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mendorong hilirisasi sarang burung walet, di antaranya melalui revisi Permentan No 26 Tahun 2020 tentang Pengaturan Sarang Burung Walet. Hilirisasi sarang burung walet menjadi urgen karena Indonesia saat ini tercatat menyuplai 75% kebutuhan dunia sehingga mendapat nilai tambah lebih dari ekspor tersebut.
Sarang burung walet merupakan salah satu produk binaan utama Kementan yang kini tengah diarahkan untuk memberikan nilai tambah lebih besar melalui diversifikasi produk olahan. Karena itu, Kementan memperkuat strategi hilirisasi sarang burung walet nasional sebagai upaya meningkatkan nilai tambah dan daya saing global.
Pada 2024, volume ekspor sarang burung walet ke China turun 12,7%, sementara harga ekspor anjlok hingga 30% dalam empat tahun terakhir. Sebaliknya, pasar di Makau, Australia, dan Amerika Serikat mencatat harga jual lebih tinggi, masing-masing US$ 968 per kilogram (kg), US$ 928 per kg, dan US$ 703 per kg.
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan Agung Suganda mengatakan, sarang burung walet adalah komoditas unggulan binaan Kementan. Di sisi lain, hilirisasi adalah keharusan untuk memperkuat ketahanan pasar dan meningkatkan kesejahteraan peternak.
Karenanya, Indonesia yang menyuplai lebih dari 75% kebutuhan sarang burung walet dunia harus memperkuat pengelolaan dari hulu hingga hilir. “Indonesia perlu meningkatkan ekspor tidak hanya sarang burung walet bersih saja, namun juga produk olahan hasil hilirisasi,” ungkap Agung Suganda.

Sebagai bagian dari upaya itu, Kementan tengah menyusun revisi Permentan No 26 Tahun 2020 tentang Pengaturan Sarang Burung Walet. Revisi tersebut akan mengatur lebih rinci seluruh rantai pasok sarang burung walet, mulai dari budi daya di rumah walet, pencucian, pengolahan, penjaminan keamanan dan mutu, hingga pengaturan ekspor.
“Regulasi ini akan menjadi payung untuk memperkuat pengembangan sarang burung waler nasional secara menyeluruh,” tegas Agung Suganda dalam Lokakarya Nasional Peternakan Burung Walet yang digelar di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pada 26 April 2025. Acara itu dihadiri jajaran Kementan, Badan Karantina Indonesia, akademisi, dan pelaku usaha.
Dalam publikasi yang dikutip Minggu (27/04/2025) disebutkan, Kementan saat ini juga sedang membahas perubahan protokol ekspor sarang burung walet dengan General Administration of Customs China (GACC). Upaya ini merupakan bagian dari strategi pemerintah mendorong perdagangan timbal balik (resiprokal) yang seimbang dengan China. “Perubahan protokol ini sangat strategis untuk membuka lebih banyak peluang bagi produk sarang burung walet Indonesia,” jelas dia.
Legalitas Rumah Walet
Sedangkan Dekan Fakultas Peternakan UGM Budi Guntoro menyoroti pentingnya kolaborasi semua pihak untuk memperkuat industri sarang burung walet nasional. “Indonesia adalah produsen sarang burung walet terbesar dunia, tapi konsumsi dalam negeri masih rendah. Dunia kampus harus lebih aktif mendukung pengembangan penelitian khasiat dan hilirisasi sarang burung walet,” kata Budi. Budi menekankan perlunya riset dari aspek budi daya, teknologi, sanitasi, nilai gizi, dan pengolahan.
Sementara itu, Kepala Badan Karantina Indonesia Sahat Manaor Panggabean mengatakan, pihaknya berkomitmen mendukung hilirisasi, termasuk sarang burung walet. “Arahan Presiden Prabowo Subianto jelas yakni kita perkuat hilirisasi. Saat ini, ada 51 perusahaan pengolahan sarang burung walet dengan kapasitas 700 ton, tapi realisasi ekspor baru 60%. Potensi ini harus kita dorong,” kata Sahat.
Sahat juga mengingatkan pentingnya legalitas rumah walet. Dari sekitar 100 ribu rumah walet di Indonesia, baru 3% terdaftar resmi. “Legalitas penting untuk memperkuat ekspor. Ini memerlukan peran aktif pemerintah daerah,” jelas dia. Melalui kerjasama pemerintah pusat, daerah, akademisi, dan pelaku usaha, pemerintah berharap dapat mempercepat hilirisasi sarang burung walet sekaligus memperkuat posisi Indonesia di pasar dunia serta meningkatkan kesejahteraan peternak lokal.