JAKARTA, AW-Pengembangan gula merah dari nira sawit dapat menjadi peluang ekonomi baru yang menjanjikan bagi para petani di Indonesia. Petani bisa meraih keuntungan Rp 18-25 juta dari pengembangan gula merah berbahan baku nira sawit yang berasal dari 1 hektare (ha) lahan perkebunan.

Nira sawit diperoleh dari batang tanaman yang sering kali terbuang begitu saja saat lahan perkebunan masuk periode peremajaan (replanting). Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengatakan, saat masa replanting (peremajaan kebun), batang sawit sering jadi barang yang tersisa. Padahal, ada peluang besar untuk memanfaatkan sisa barang itu sebagai nira. Nira sawit punya rasa manis yang dihasilkan dari kandungan gula tinggi dan bisa diolah jadi gula merah berkualitas.

Karena itu, di daerah penghasil sawit, seperti Kabupaten Serdang Bedagai, jumlah perajin nira terus meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa nira sawit dapat menjadi sumber nilai ekonomi yang signifikan bagi pekebun, terutama di masa peremajaan kebun. “Guna memastikan keberlangsungan usaha gula merah sawit pada skala industri kecil dan menengah (IKM), penting bagi petani untuk membangun sistem manajemen yang efisien,” tutur Putu Juli Ardika.

Selain itu, petani perlu membangun dan memperkuat sistem manajemen sumber daya manusia, produksi, dan pemasaran. Langkah tersebut akan membantu petani dalam mengelola usaha mereka secara lebih efektif. Asalkan, didukung oleh pelatihan dan pendampingan dari perajin berpengalaman. Ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi.

Dalam publikasi yang dikutip Senin (14/04/2025) disebutkan, guna meningkatkan efisiensi, pola kemitraan juga dapat diterapkan dengan membentuk kelembagaan yang menghubungkan petani dengan perajin gula merah sawit. Melalui kerja sama itu maka para petani dapat menyediakan bahan baku dari pohon sawit yang mereka tanam sendiri.

Berpotensi Hasilkan Keuntungan Hingga 25 Juta Rupiah

Putu Juli Ardika menjelaskan, investasi untuk memproduksi gula merah dan nira pada skala 1 ha diperkirakan Rp 25 juta, yang mencakup berbagai peralatan. Proses pengolahan nira ini dilakukan bertahap. Data menunjukkan, rata-rata jumlah nira yang dihasilkan mencapai 6,8 liter per batang per hari, rinciannya produksi 2,7 liter di pagi hari dan 4,5 liter di sore hari, dengan masa penderesan 1,5-2 bulan.

Apabila petani melakukan sendiri proses penderesan dan pengolahan nira, mereka dapat menghasilkan keuntungan bersih Rp 18-25 juta. “Ini sesuai survei terhadap beberapa perajin nira. Inisiatif pengolahan nira dan pemanfaatan batang sawit itu diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal dan nasional, hingga dapat meningkatkan kesejahteraan para pekebun,” tandas Putu Juli Ardika.

Sebelumnya, Kemenperin mengungkap peluang ekonomi baru dari nira sawit untuk petani. Kemenperin terus meningkatkan nilai tambah dan daya saing industri sawit di dalam negeri. Kebijakan hilirisasi ini telah diarahkan untuk menumbuhkan industri dalam lima jalur utama, yaitu produksi minyak goreng sawit, oleofood (lemak pangan), oleochemicals, fitonutrient, dan biomassa atau biomaterial.

Salah satu langkah konkret Kementerian Perindustrian dalam rangka memacu hilirisasi produk turunan sawit adalah memfasilitasi penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PalmCo/PTPN IV dengan Koperasi Produsen Gerak Nusantara (KPGN) di Pabrik Kelapa Sawit Adolina, Serdang Bedagai, Sumatra Utara, pada 10 April 2025. PKS itu dokumen operasional dari Nota Kesepahaman (MoU) yang telah diteken sebelumnya oleh Kemenperin, PalmCo, dan KPGN. Penandatanganan PKS kala itu disaksikan pimpinan dan anggota Komisi VII DPR sebagai bagian kunjungan kerja reses DPR ke wilayah Sumatra Utara.