JAKARTA, AW-Program peningkatan produksi beras nasional secara berkelanjutan terus dilakukan dalam menyambut era bonus demografi. Era bonus demografi di Indonesia ditandai dengan dominasi penduduk usia produktif. Bonus demografi merupakan peluang strategis yang hanya dapat dimaksimalkan dengan sistem pangan yang tangguh, efisien, dan berkelanjutan.

Dalam menyambut era bonus demografi, pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) terus meningkatkan dan memperkuat level ketahanan pangan nasional sebagai pilar utama pembangunan bangsa.

Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas Rachmi Widiriani mengatakan, upaya peningkatan level ketahanan pangan nasional tersebut telah dilakukan pemerintah bersama masyarakat di berbagai sektor, antara lain dengan mendorong swasembada pangan, penguatan cadangan pangan, serta pengembangan infrastruktur pangan yang modern dan memadai.

Alhasil, kata Rachmi, program peningkatan produksi gabah/beras berkelanjutan yang dilakukan pemerintah saat ini telah menghasilkan capaian signifikan pada musim panen raya semester I-2025. Capaian itu turut diperkuat melalui kebijakan penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) menjadi Rp 6.500 per kilogram (kg) yang memberikan kepastian usaha bagi para petani.

“Kebijakan ini (HPP GKP Rp 6.500 per kg) bertujuan mendukung petani, memberi semangat untuk terus melakukan budi daya, serta memastikan bahwa produk yang dihasilkan dibeli dengan harga yang layak,” jelas Rachmi dalam publikasi yang dikutip Sabtu (24/05/2025).

Penguatan cadangan pangan yang dilakukan pemerintah juga turut disambut positif oleh seluruh elemen bangsa, termasuk petani, pelaku usaha penggilingan padi, dan mitra perdagangan lainnya. Hal ini membuat proses pengadaan berjalan lancar dan sesuai harapan.

“Kalau kita lihat progres pengadaannya telah berjalan sesuai target yang sudah ditetapkan, khususnya untuk cadangan beras pemerintah (CBP) yang posisi saat ini mencapai 3.812.000 ton yang dikuasai sebagai milik pemerintah,” ungkap Rachmi.

Di sisi lain, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menjaga kualitas CBP, termasuk menyerap gabah/beras dengan kualitas any quality (beragam mutu), asalkan masih dalam standar kelayakan, tidak rusak, dan layak disalurkan ke masyarakat.

“Dengan kolaborasi semua pihak, isu any quality bisa diatasi, misal terkait kadar air yang tinggi. Itu menjadi tanggung jawab pemerintah melalui pengeringan. Beras yang dihasilkan harus tetap memenuhi standar agar bisa disimpan lama dan tetap baik saat disalurkan,” papar Rachmi.

Luas Tanam Padi Harus Stabil

Sementara itu, Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan) Yudi Sastro menegaskan pentingnya peningkatan produksi dan cadangan pangan nasional untuk memperkuat ketahanan pangan yang mandiri dan berdaulat. Ketersediaan air, pupuk, insentif harga, dan modernisasi alat mesin pertanian (alsintan) merupakan variabel utama yang harus terus ditingkatkan agar produksi merata dan berkelanjutan.

“Jadi tidak hanya puncak panen di Maret-April kemarin, kita juga harus menjaga agar luas tanam tetap stabil di bulan-bulan lainnya. Konsumsi beras nasional sekitar 2,5 juta ton per bulan. Maka, minimal kita harus tanam dan panen di atas satu 1 juta hektare tiap bulan. Ini jadi arahan Pak Menteri Pertanian dan kami terus turun ke daerah memastikan target itu tercapai,” tegas Yudi.

Sedangkan dalam kunjungannya ke Kalimantan Tengah, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menekankan, keberhasilan ketahanan pangan nasional tidak bisa hanya mengandalkan kebijakan pemerintah. Diperlukan peran aktif seluruh pemangku kepentingan, termasuk petani, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat.

“Menjaga kualitas padi, gabah, dan beras merupakan kunci utama untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing beras nasional. Mutu yang baik akan berdampak langsung pada harga, daya serap pemerintah, serta posisi tawar di pasar domestik dan internasional,” ujar Arief.

Upaya itu sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto bahwa kedaulatan pangan adalah bagian tak terpisahkan dari kedaulatan bangsa. Untuk itu, pemerintah terus mendorong keterlibatan generasi muda dan pelaku usaha di sektor pangan untuk mewujudkan ekosistem pangan nasional yang tangguh, adaptif, dan mandiri.