JAKARTA, AW-Ekspor lada Indonesia mencapai US$ 311 juta di 2024. Pemerintah akan melakukan sejumlah upaya untuk terus mendongkrak kinerja ekspor lada Indonesia, mulai dari meningkatkan produksi di dalam negeri, memasifkan promosi, hingga mengintensifkan kolaborasi termasuk dengan organisasi internasional guna menghadapi tensi perdagangan global saat ini.

Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus memperkuat ketahanan dan daya saing industri lada nasional di pasar ekspor di tengah tantangan global.

Tantangan nyata yang dihadapi komoditas lada, antara lain ketegangan perdagangan global, dinamika geoekonomi, isu keberlanjutan, serta peningkatan ekspektasi dari dunia usaha dan konsumen. Karena itu, para pelaku industri lada global perlu memperkuat dialog, menjaga kepercayaan pasar, dan meningkatkan koordinasi kebijakan. “Kolaborasi erat pemerintah, organisasi internasional, dan komunitas bisnis menjadi kunci menghadapi tensi perdagangan global saat ini,” ungkap Djatmiko.

Indonesia pada 2024 tercatat sebagai negara produsen lada ketiga terbesar di dunia dengan luas lahan 163 ribu hektare (ha). Nilai ekspor lada Indonesia di sepanjang 2024 mencapai lebih dari US$ 311 juta dengan volume ekspor yang naik 105,8% dibanding 2023. Meski mencatatkan kinerja ekspor yang positif, industri lada nasional menghadapi sejumlah tantangan, seperti penurunan produktivitas akibat pohon yang sudah tua, serangan penyakit tanaman, serta terbatasnya fasilitas pengolahan.

Djatmiko Bris Witjaksono menjelaskan hal tersebut saat peringatan Hari Lada Internasional 2025. Kemendag berpartisipasi pada peringatan Hari Lada Internasional 2025 yang digelar International Pepper Community (IPC) di Jakarta pada 28 April 2025 yang dihadiri para pejabat kementerian dan lembaga serta eksportir lada asal Indonesia.

Pada peringatan Hari Lada Internasional 2025 itu, Kemendag mendorong ketahanan industri lada Indonesia dan Dirjen Djatmiko Bris Witjaksono menyampaikan secara khusus komitmen Pemerintah Indonesia dalam mendorong industri lada nasional. “Komitmen pemerintah jelas, yaitu terus memperkuat ketahanan dan daya saing industri lada nasional di tengah tantangan global.

Menurut Djatmiko, peringatan Hari Lada Internasional adalah bentuk penghargaan dunia terhadap peran penting lada. Bukan hanya sebagai komoditas perdagangan, lada juga bagian dari warisan sejarah dan budaya global. Karena itu, posisi IPC menjadi kian strategis dalam perdagangan lada.

IPC dituntut berperan lebih aktif sebagai fasilitator dialog perdagangan, memberikan informasi strategis bagi pelaku industri, dan menjadi platform untuk memperkuat ketahanan perdagangan regional. Kemendag juga mengapresiasi pengabdian Direktur Eksekutif IPC Periode 2021-2025 Firna Azura Ekaputri Haji Marzuki dari Malaysia dan menyambut Direktur Eksekutif IPC Periode 2025-2028 Marina Novira Anggraini dari Indonesia. “Kami harap, kepemimpinan baru ini akan semakin membawa semangat inovasi dan diversifikasi pasar untuk memperluas jangkauan lada di pasar dunia,” jelas Djatmiko.

Tarif Resiprokal AS

Dalam sesi diskusi di sela peringatan Hari Lada Internasional 2025 dibahas juga tentang upaya menjaga pasar ekspor lada Indonesia. Direktur Perundingan Antarkawasan dan Organisasi Internasional Kemendag Natan Kambuno mengungkapkan, Pemerintah Indonesia mendorong beberapa strategi pengembangan lada dalam rangka menjaga pasar ekspor.

Tujuannya, untuk memastikan komoditas lada tetap bersaing di pasar global. “Pemerintah Indonesia mendorong beberapa strategi pengembangan lada, antara lain intensifikasi tanaman, pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas, peningkatan produk bernilai tambah, serta penguatan promosi internasional,” kata Natan.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IPC Periode 2021-2025 Firna menyoroti kekhawatiran pelaku industri dan petani lada global atas rencana penerapan tarif impor baru oleh Amerika Serikat (AS). IPC melalui jaringan afiliasi perdagangannya tengah menyampaikan catatan resmi kepada Pemerintah AS agar mempertimbangkan penghapusan lada dari daftar produk yang dikenakan tarif resiprokal.

AS mengimpor rata-rata sekitar 100 kiloton metrik lada hitam per tahun atau setara 25% dari perdagangan lada hitam global. “Tingginya impor lada hitam bukan disebabkan alih produksi, melainkan karena tanaman ini tidak dapat tumbuh di wilayah AS. Artinya, lada tidak mengambil lapangan kerja petani AS,” jelas Firna dalam publikasi Kemendag yang dikutip Minggu (04/05/2025).

Direktur Eksekutif IPC Periode 2025-2028 Marina mengajak seluruh pemangku kepentingan lada dari unsur pemerintah, asosiasi, dan petani untuk duduk bersama dan berdiskusi membahas segala permasalahan yang dihadapi saat ini agar dapat menemukan jalan keluar bersama demi kepentingan lada. Indonesia sebagai tuan rumah Sekretariat IPC berkomitmen terus mendukung kerja sama multilateral dalam memperkuat industri lada. “Upaya ini dijalankan untuk sekaligus mendorong perdagangan lada berkelanjutan, inovatif, dan inklusif,” jelas Marina.

IPC adalah organisasi antarpemerintah pada sektor lada. IPC didirikan 1972 dengan tujuan mempromosikan, mengoordinasikan, dan menyelaraskan seluruh kegiatan yang terkait aspek ekonomi lada. Kegiatan IPC berhubungan dengan pengembangan lebih lanjut industri dan perdagangan lada di negara-negara anggotanya. IPC memiliki lima anggota permanen, yaitu India, Indonesia, Malaysia, Sri Lanka, dan Vietnam. Terdapat dua anggota asosiasi, yaitu Papua Nugini dan Filipina. Ketujuh anggota IPC secara total menghasilkan 70% produksi lada dunia.