JAKARTA, AW-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meluncurkan aplikasi Sistem Pelaporan Cepat Penyakit Ikan atau Sicekatan. Aplikasi Sicekatan berhasil memperbarui sistem peringatan dini penyakit ikan di Indonesia menjadi berbasis android yang lebih modern dibanding sebelumnya hanya berbasis layanan pesan singkat (SMS). Digitalisasi pengendalian penyakit ikan itu merupakan hasil kolaborasi apik antara KKP dengan Organisasi Pangan dan Pertanian Persatuan Bangsa-Bangsa (FAO).

Pada 19 Maret 2025, KKP dan FAO mengumumkan capaian keberhasilan Technical Cooperation Programme TCP/INS/3903 Project Enhancing Preparedness and Response System on Aquatic Animal Disease to Support Blue Economy Transformation. Keberhasilan dan pembelajaran Program Kerja Sama TCP/INS/3903 yang dilaksanakan sejak pertengahan 2023-awal 2025 ini dilaporkan dalam lokakarya akhir proyek. Keberhasilan itu sekaligus menjadi momen soft launching aplikasi Sicekatan.

Tiga output dari Proyek Kerja Sama TCP/INS/3903 yaitu peningkatan kapasitas penilaian risiko guna meminimalisir risiko masuk dan tersebarkan penyakit ikan, penguatan kapasitas Pos Pelayanan Kesehatan Ikan dan Lingkungan Terpadu (Posikandu), serta peningkatan keterampilan dan pengetahuan dalam perencanaan tanggap darurat penyakit ikan.

Menurut Dirjen Perikanan Budi Daya KKP TB Haeru Rahayu, proyek dua tahun TCP/INS/3903 itu sangat penting dalam mengimplementasikan salah satu kebijakan KKP yaitu pengembangan perikanan budi daya di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan berbasis ekonomi biru. “Proyek kerja sama ini sangat mendukung subsektor perikanan budi daya yang menjadi salah satu tulang punggung percepatan target swasembada dan ketahanan pangan nasional,” jelas Haeru.

Program ekonomi biru Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono berhasil meningkatkan produksi ikan hasil budi daya 2024 hingga 13,64% dari tahun sebelumnya. Tantangan produksi perikanan budi daya di antaranya serangan penyakit yang menginfeksi ikan berupa virus, bakteri, jamur, dan parasit. “Melalui kolaborasi kerja sama dengan FAO ini sangat membantu memacu kesiapsiagaan pengendalian penyakit ikan lewat peningkatan sistem tanggap darurat wabah penyakit ikan di Indonesia,” jelas dia.

Pada publikasi yang dikutip Sabtu (05/04/2025), Direktur Ikan Air Laut Ditjen Perikanan Budi Daya KKP Tinggal Hermawan menjelaskan, beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam pencapaian output pertama yaitu reviu dan updating aplikasi Indonesian Aquatic Animal Disease Alert System (IAADAS) dan Software Sistem Monitoring Penyakit Ikan (SSMPI), pelatihan manajemen kesehatan ikan, dan asesmen Posikandu.

Sementara kegiatan yang telah dilaksanakan dalam output kedua yaitu pelatihan petugas Posikandu, sosialisasi AMU/AMR dan survei AMU serta surveilans AMR. Terakhir, beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam mencapai output tiga yaitu penyusunan dokumen perencanaan kontijensi dan tindakan tanggap darurat enteric septicaemia of catfish dan streptococcis dan pelatihan (simulasi) tanggap darurat bagi gugus tugas tanggap darurat penyakit ikan.

“Capaian keberhasilan dari kerja sama TCP/INS/3903 adalah terlaksananya asesmen Posikandu, tersedianya dokumen perencanaan kontijensi dan tindakan tanggap darurat untuk dua penyakit ikan yaitu enteric septicaemia of catfish dan streptococcis,” jelas Tinggal. Selain itu munculnya sistem informasi aplikasi SSMPI dan Sicekatan versi web dan juga aplikasi Sicekatan versi mobile. Aplikasi tersebut diharapkan dapat diakses pada minggu kedua April 2025.

Capaian Terbesar

Salah satu capaian terbesar proyek itu adalah aplikasi Sicekatan. Melalui aplikasi Sicekatan, pembudidaya ikan dapat melaporkan gejala dan dokumentasi penyakit ikan dengan lebih mudah dan mendapatkan saran penanganan dengan cepat dan tepat dari gugus tugas tanggap darurat penyakit ikan.

Jika diperlukan, sistem ini juga melibatkan pengujian laboratorium guna menghadirkan solusi penanganan yang lebih spesifik. Sebelumnya, sistem peringatan penyakit berbasis SMS, data dari pembudi daya mengenai kejadian penyakit ikan sangat terbatas. “Melalui dukungan proyek kerja sama ini, sistem Sicekatan telah dioptimalkan menjadi sistem berbasis android yang lebih mudah diakses dan praktis serta dilengkapi lebih banyak informasi dan juga menu interaktif. Dengan begitu, diharapkan koordinasi dalam penanganan penyakit ikan oleh gugus tugas dapat menjadi lebih cepat,” kata Kepala Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor-Leste Rajendra Aryal.

Rajendra mengatakan, proyek TCP/INS/3903 itu juga telah memacu kemampuan dan pengetahuan garda terdepan di berbagai tingkatan, mulai dari pembudi daya hingga petugas lapangan Posikandu serta tim gugus tugas tanggap darurat dalam penanganan darurat penyakit ikan.

Sebanyak 25 petugas Posikandu telah dibekali pelatihan dalam investigasi wabah serta pengawasan dan pelaporan penyakit ikan. Selain itu, lebih dari 130 pembudi daya ikan, penyuluh perikanan, petugas laboratorium, serta gugus tugas tanggap darurat telah ditingkatkan kapasitasnya terkait resistensi antimikroba (AMR), pengelolaan penyakit ikan serta penanganan tanggap darurat dan juga perencanaan kontijensi untuk penyakit ikan utamanya pada patin dan nila.

Sebelumnya, Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono mendorong produktivitas sektor perikanan dengan memasukkan pengembangan budi daya berkelanjutan di pesisir, darat, dan laut sebagai program prioritas KKP. Pengembangan perikanan budi daya untuk mendukung program ketahanan pangan, meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, serta menjaga keberlanjutan populasi perikanan di alam.