JAKARTA, AW-Indonesia siap menjadi lumbung pangan dunia, utamanya beras. Kesiapan itu tercermin dari capaian surplus beras nasional yang salah satunya berkat reformasi pupuk bersubsidi. Pada reformasi pupuk bersubsidi, sistem distribusinya hanya melibatkan tiga pihak, yakni Kementerian Pertanian (Kementan), Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), dan petani.
Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menegaskan, pupuk berperan penting dalam menjaga ketahanan pangan global, terlebih di tengah tantangan besar akibat perubahan iklim dan meningkatnya populasi dunia. Pupuk bukan sekadar bahan input pertanian, melainkan elemen utama dalam mencapai hasil pertanian yang optimal.
“Pupuk adalah tulang punggung ketahanan pangan. Tanpa pupuk, benih dan air saja tidak cukup untuk menghasilkan produksi yang optimal,” ujar Wamentan Sudaryono saat membuka International Fertilizer Producers Event di Bali pada 23 April 2025 yang dihadiri pelaku industri pupuk dari berbagai negara.
Berdasarkan pengalaman pribadinya saat awal menjabat sebagai Wamentan, Wamentan Sudaryono mengungkapkan, setelah memberikan nomor whatsApp pribadinya kepada para petani, lebih dari 20 ribu pesan dalam satu malam yang berisi keluhan dan harapan diterimanya.
Salah satunya soal distribusi pupuk bersubsidi kepada petani. “Dari pesan-pesan itu, saya merangkum empat persoalan utama petani, yakni sulitnya mendapatkan benih unggul, minimnya air dan irigasi, rumitnya distribusi pupuk, serta turunnya harga saat panen,” papar Wamentan.
Wamentan Sudaryono menjelaskan, masalah distribusi pupuk menjadi perhatian serius. Sebelumnya, distribusi pupuk subsidi terhambat oleh birokrasi yang sangat kompleks, harus melalui lebih dari 145 aturan yang meliputi 41 undang-undang, 23 peraturan pemerintah, enam peraturan presiden, dan 11 kementerian atau lembaga (K/L). Akibatnya, pupuk sering kali tiba di tangan petani setelah masa tanam, bukan sebelumnya, yang justru menghambat hasil produksi.
Menanggapi masalah itu, Presiden Prabowo Subianto melakukan reformasi pupuk bersubsidi dengan menyederhanakan sistem distribusi yang kini hanya melibatkan tiga pihak, yakni Kementan, PIHC, dan petani. “Hasilnya sangat positif, distribusi menjadi lebih cepat dan tepat sasaran, petani kembali aktif menanam, konsumsi pupuk meningkat, dan produksi pangan nasional mencatat rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka,” jelas Wamentan.
Produktivitas Naik
Salah satu dampak reformasi pupuk bersubsidi adalah peningkatan produktivitas dan produksi beras nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hingga April 2025, produksi gabah nasional 13,9 juta ton. Sementara konsumsi beras domestik sekitar 10,37 juta ton, hal ini menunjukkan surplus dan cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Selain reformasi pupuk bersubsidi, keberhasilan program penyediaan air melalui pompanisasi dan pipanisasi yang memungkinkan petani menanam 2-3 kali dalam setahun turut mendongkrak produksi beras. Melalui program tersebut, lebih dari 2 juta hektare (ha) lahan berhasil dialiri air sehingga meningkatkan produktivitas pertanian secara sangat signifikan. “Indeks pertanaman kita meningkat. Ini berarti produktivitas lahan juga naik. Satu kali tanam dalam setahun kini bisa menjadi 2-3 kali. Ini capaian luar biasa,” jelas Wamentan Sudaryono.
Dengan peningkatan produktivitas tersebut, Indonesia semakin optimistis untuk mencapai swasembada beras. Apalagi, Perum Bulog telah menyerap 1,4 juta ton gabah dari target 2 juta ton pada April 2025. Jika target tersebut tercapai, Indonesia tidak lagi memerlukan impor beras.
Tak hanya itu, Bulog juga diminta menjaga pasokan dan produksi beras di tengah krisis yang dialami sejumlah negara, seperti Jepang, Filipina, dan Malaysia. Wamentan Sudaryono menegaskan, Indonesia tidak hanya fokus pada ketahanan pangan domestik, tetapi siap berkontribusi pada ketahanan pangan global. “Sebagai Wakil Menteri, tentu saya prioritaskan masyarakat kita. Tapi kami juga ingin berkontribusi memberi makan dunia,” kata Wamentan Sudaryono yang juga Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog.
Karena itulah, lewat International Fertilizer Producers Event, Wamentan Sudaryono mengajak seluruh negara dan perusahaan untuk bekerja sama dalam menjamin ketersediaan bahan baku pupuk dan mendorong inovasi teknologi pupuk yang ramah lingkungan. “Indonesia sangat terbuka untuk kolaborasi dengan siapa pun, dari negara mana pun. Kolaborasi global adalah kunci masa depan pertanian dunia,” tegas Wamentan.
Wamentan juga menyampaikan kesiapan Kementan untuk berdialog dan membuka ruang kerja sama langsung dengan para peserta. “Jika ada isu yang ingin disampaikan, saya siap berdiskusi. Mari kita jadikan pertemuan ini sebagai awal dari kerja sama nyata untuk pertanian dunia yang lebih berkelanjutan,” tutur Wamentan.