JAKARTA, AW-Penyaluran bantuan pangan beras pada Juni-Juli ini akan dilaksanakan selektif dengan menyasar daerah yang mengalami fluktuasi harga. Bantuan pangan beras sebagai salah satu program stimulus ekonomi tersebut kemungkinan menyedot anggaran Rp 4,6-5 triliun.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, program bantuan pangan beras yang dalam waktu dekat akan diluncurkan pemerintah sebagai salah satu stimulus ekonomi akan menyasar ke daerah-daerah yang memerlukan. Artinya, daerah tersebut sedang mengalami harga beras yang cenderung tinggi.
Presiden Prabowo Subianto sudah menyetujui berbagai program stimulus ekonomi yang salah satunya adalah bantuan pangan beras buat 18,3 juta penerima. “Sampai rapat kemarin di Istana, jumlah penerima yang telah terverifikasi 16,5 juta. Kita tunggu proses verifikasinya, namun paralel Bapanas sedang ajukan anggaran ke Kementerian Keuangan untuk bantuan pangan beras ini. Kurang lebih anggarannya sekitar Rp 4,6-5 triliun, tergantung nanti penerimanya,” kata Arief di sela-sela kunjungannya ke Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) Jakarta pada 5 Juni 2025.
Terkait daerah sasaran bantuan pangan beras, Arief menekankan akan memfokuskan ke daerah-daerah yang paling memerlukan intervensi guna menekan harga beras. “Berikutnya lagi, tentunya minggu ketiga, keempat Juni, itu harusnya kita sudah mulai sampai Juli,” jelas dia dalam publikasi yang dikutip Senin (09/06/2025).
Wilayah sasaran bantuan pangan beras diutamakan daerah-daerah yang memang paling perlu, maksudnya dengan harga beras yang sudah mulai tinggi, misalnya Papua, Maluku, atau Indonesia Timur itu. Termasuk, daerah sentra atau tidak sentra, tetapi harga berasnya ada kenaikan. “Itu juga yang harus didahulukan,” ujar Arief.
Dalam Panel Harga Pangan Bapanas, per 5 Juni 2025, rerata harga beras medium dan premium pada Zona III yang meliputi wilayah Maluku dan Papua statusnya telah melewati Harga Eceran Tertinggi (HET). Rerata harga beras medium tercatat Rp 16.904 per kilogram (kg) atau 25,21% melebihi HET dan rerata harga premium di Rp 18.157 per kg atau 14,92% di atas HET.
Mengenai adanya perbedaan jumlah penerima bantuan pangan beras 2025 terhadap tahun sebelumnya, Bapanas menjelaskan, pemerintah berkomitmen terus menajamkan akurasi database penerima bantuan. Yang pasti, tidak boleh ada penerima bantuan yang tidak sesuai.
“Kita paham kalau bantuan pangan itu banyaknya lingkup desil 1-4 yang sebenarnya memang kelompok masyarakat memerlukan. Kalau saat ini kita pakai DTSEN (Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional). Tahun lalu 22 juta penerima, sekarang masih proses verifikasi, karena kita mau semakin akurat. Jadi bukan masalah naik atau turun. Akan tetapi jangan sampai bantuan beras sampai diterima orang yang salah. Jangan sampai missed targeted,” tandas dia.
Arief memaparkan, distribusi bantuan pangan beras dan SPHP beras dilaksanakan selektif. Program bantuan pangan beras sejalan dengan tujuan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) beras. Keduanya sama-sama menjadi upaya intervensi pemerintah dalam meredam fluktuasi harga beras. Bantuan pangan in-line dengan SPHP. Terhadap daerah yang tidak ada kenaikan harga maka belum perlu keduanya. “Saya juga sudah komunikasi dengan Bapak Menko Pangan, Bapak Menteri Pertanian, beliau menyampaikan kalau ada indikasi di beberapa daerah yang memang sudah mulai naik maka dilakukan SPHP,” jelas dia.
Menurut Arief, situasi tersebut juga sudah dilaporkan ke Kepala Negara. “Ini juga sudah dilaporkan ke Bapak Presiden. Jadi tidak ada debat apa-apa karena bergantung daerah-daerah yang memang sudah terindikasi. Jadi tidak semua daerah, karena pemerintah harus menjaga harga di tingkat petani. Terhadap daerah yang masih ada panen, jangan dikasih SPHP. Nanti tidak pas. Nanti bisa-bisa harga petani malah di bawah Rp 6.500 per kg,” tutur Arief.